warnasumut.com - Medan. Akhir-akhir ini banyak berita mengenai desakan masyarakat terhadap DPR RI agar segera melakukan pembahasan mengenai RUU KUHAP. Apalagi setelah disahkan KUHPidana Nasional yang akan berlaku pada awal tahun 2026 mendatang.
Menanggapi persoalan ini, salah seorang Akademisi yang juga Ahli Hukum Pidana Fakultas Hukum UISU, Dr, Panca Sarjana Putra, SH, MH, mendukung untuk segera dilakukan pembahasan RUU KUHAP. Sekaligus segera disahkan agar tidak terjadi kekosongan hukum dalam pelaksanaan penegakkan hukum apabila KUHPidana tersebut dilanggar oleh subjek hukum.
Namun, Panca juga mengingatkan agar DPR RI dalam pembahasan RUU KUHAP, jangan sampai terjadi tumpang tindih kewenangan masing-masing penegak hukum dalam sistem peradilan pidana untuk melakukan penegakkan hukum.
Salah satu permasalahan dalam RUU KUHAP yang nanti bisa menimbulkan polemik dan tumpang tindih kewenangan menyangkut pengambil alihan penyidikan dari penyidik kepolisian kepada kejaksaan yang tercantum dalam Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP.
Ketika itu terjadi, maka ini dapat dimaknai bahwa jaksa dapat mengintervensi penyidikan oleh kepolisian dan mengambil alih penyidikan yang telah dilakukan oleh kepolisian.
Sehingga akan menimbulkan konflik kewenangan antara sesama penegak hukum, serta nantinya akan menimbulkan image tidak baik bagi kepolisian sebagai salah satu sub sistem peradilan pidana.
Oleh karena itu sebelum RUU KUHAP disahkan menjadi Undang-Undang, maka Panca menyarankan sebaiknya harus ditegaskan dalam RUU KUHAP tersebut bahwa yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam sebuah peristiwa pidana adalah Kepolisian Republik Indonesia.
Salah satu pertimbangannya adalah Kepolisian mempunyai Sumber Daya Manusia (SDM) yang cukup baik, dan kedepan diharapkan juga Kepolisian sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan dalam penyidikan, tentunya harus terus mengupgrade kemampuan personelnya dalam pelaksanaan penegakkan hukum guna manfaatnya bisa dirasakan oleh masyarakat yang menginginkan penegakkan hukum yang profesional.